Laman

Senin, 18 Oktober 2010

Vegetarian dan Menunya


TUGAS KULINERI II

PAPER

“VEGETARIAN DAN MENUNYA”


Disusun oleh :

Kholishah Thahriana Sutriani / G2C009021



PROGRAM STUDI ILMU GIZI

FAKULTAS KEDOKTERNAN UNIVERSITAS DIPONEGORO

SEMARANG

2010

A. PENGERTIAN VEGETARIAN

Perkembangan zaman yang semakin canggih ternyata tidak hanya member dampak positif bagi kelangsungan hidup manusia, tetapi juga menyisakan banyak dampak negatif. Gaya hidup modern yang tidak sehat, dengan diikuti dengan tidak teraturnya pola makan, mengakibatkan tingkat kesehatan manusia semakin merosot. Menjamurnya masakan siap saji hingga penambahan bahan pengawet, pewarna, dan perasa buatan pada makanan, juga kerap menjadi pemicu masalah kesehatan.

Upaya yang dapat dilakukan manusia untuk hidup sehat tanpa meninggalkan dunia modern yang dijalaninya adalah dengan berusaha menyelaraskan diri dengan alam. Salah satu cara yang dapat ditempuh yaitu dengan menerapkan pola makan vegetarian.

Kata vegetarian berasal dari Bahasa Latin vegetus, artinya kuat, aktif, dan bergairah. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia-Balai Pustaka terbitan tahun 1994, vegetarian adalah orang yang karena alasan agama atau kesehatan hanya memakan sayur-sayuran dan hasil tumbuh-tumbuhan. Pengertian vegetarian secara umum yaitu orang yang tidak mengonsumsi semua daging hewan baik daging sapi, kambing, ayam, ikan, maupun daging hewan lainnya. Para vegetarian hanya memakan sayur-sayuran, buah-buahan, kacang-kacangan, biji-bijian, maupun bahan nabati lainnya. Kelompok vegetarian ini disebut vegan (pure vegetarian-vegetarian murni). Selain vegetarian murni terdapat kelompok lacto-ovo vegetarian (vegetarian yang masih mengonsumsi susu hewan).

Istilah vegetarian dicetuskan pada tahun 1847. Pertama kali digunakan secara formal pada tanggal 30 September 1847 oleh Joseph Brotherton dan kawan-kawan di Northwood Villa, Kent, Inggris. Saat itu merupakan pertemuan pengukuhan dari Vegetarian Society Inggris. Meskipun demikian, istilah vegetarian sebenarnya sudah dikenal sejak zaman dahulu kala. Sebelum tahun 1847, kelompok yang tidak makan daging secara umum dikenal sebagai Pythagorean atau mengikuti sistem Pythagorean. Hal ini sesuai dengan Pythagoras, seorang vegetarian dari zaman Yunani kuno. Begitu pula dengan agama Hindu dan Budha yang melarang umatnya membunuh binatang

B. KLASIFIKASI VEGETARIAN

Pada dasarnya, para vegetarian tidak mengonsumsi produk hewani. Namun, di antara penganut vegetarian, terdapat pula kelompok-kelompok yang masih toleran memasukkan produk hewani tertentu ke dalam menu makanannya. Oleh karena itu, vegetarian oleh International Vegetarian Union (IVU) dikelompokkan berdasarkan susunan menu dan tingkat kesulitannya menjadi seperti berikut.

1. VEGAN

Vegan adalah vegetarian murni yang hanya mengonsumsi biji-bijian, kacang-kacangan, sayur-sayuran, dan buah-buahan. Kelompok ini sama sekali tidak mengonsumsi makanan hewani seperti daging ternak, daging unggas, ikan, susu, telur, dan produk olahannya. Mereka juga tidak menggunakan semua produk yang dihasilkan oleh binatang, seperti madu, bahan kulit, sutera, wool, hingga gelatin.

2. LACTO VEGETARIAN

Lacto vegetariab adalah vegetarian yang mengonsumsi bahan-pangan nabati dan berpantang makan daging ternak, daging unggas, ikan, dan telur beserta produk olahannya. Kelompok ini masih diperbolehkan mengonsumsi susu beserta hasil olahannya (keju dan yoghurt).

3. LACTO-OVO VEGETARIAN

Lacto-ovo vegetarian adalah vegetarian yang mengonsumsi bahan-bahan nabati dan tidak mengonsumsi daging ternak, daging unggas, dan ikan. Kelompok ini masih diperbolehkan mengonsumsi telur dan susu beserta produk olahannya.

Pola makan yang mirip dengan pola makan vegetarian sudah menjadi kebiasaan masyarakat Cina. Asupan protein dan lemak dari sumber hewani maupun nabati pada pola makan ini cenderung sedikit, tetapi porsi karbohidrat dan serat relative banyak jika dibandingkan dengan pola makan masyarakat di Negara Barat. Penelitian menunjukkan bahwa masyarakat Cina memiliki kadar kolesterol yang lebih rendah secara signifikan dibandingkan masyarakat Negara Barat. Gangguan kesehatan berupa penyakit jantung, obesitas, diabetes, maupun osteoporosis masih belum lazim ditemukan. Namun, ada kekhawatiran, kebiasaan masyarakat Cina ini akan bergeser menjadi lebih konsumtif terhadap produk olahan daging binatang akibat pengaruh moderenisasi.

C. MENU VEGETARIAN TIPE LACTO VEGETARIAN

OAT APEL

Waktu Persiapan : 15 menit

Waktu memasak : 30 menit

Porsi : 4

Bahan :

500 gram apel

50 gram gula pasir (jika suka)

3 sendok makan air

75 gram margarin

125 gram gula cokelat

1 sendok makan golden syrup

250 gram bubur oat

50 gram tepung wholemeal

Cara memasak :

1. Potong – potong apel. Masukkan ke dalam wajan bersama gula dan air. Pastikan air menutupi dasar wajan agar buah tidak lengket dan gosong. Tutup wajan dan panaskan selama 10 menit hingga apel lunak. Masukkan apel dan sarinya ke dalam loyang berkapasitas 1,5 liter.

2. Cairkan margarine, gula, dan sirup. Kemudian, campur dengan oat dan tepung dan tepung. Letakkan adonan ke atas buah, tapi jangan ditekan, biarkan adonan yang sudah menjadi remahan menutupi buah.

3. Panggang dalam oven dengan suhu 180oC, gas 4, selama 20 menit, atau sampai berwarna kuning kecokelatan. Sajikan dengan vla atau yogurt alami.

Oat telah menjadi makanan sumber tenaga bangsa Skotlandia dari generasi ke generasi. Namun, oat baru menjadi nutrisi yang terkenal setelah adanya penemuan “serat larut”. Sejak saat itu, produk – produk olahan oat dinyatakan berguna dalam membantu menurunkan kolesterol, jika diikuti dengan pola makan rendah lemah yang seimbang.

Kandungan gizi oat antara lain vitamin B3, NSP (serat), kalsium, zat besi, lignin, bebas gluten, lemak tak jenuh, GI 42 (bubur), dan mengandung lebih banyak protein daripada serealia pada umumnya. Kelebihannya yaitu sumber yang sangat baik untuk energi yang dilepaskan secara perlahan sebagai sumber tenaga dalam melakukan olahraga berat dan berbagai aktivitas fisik, membantu menurunkan kadar kolesterol darah dan mengontrol tekanan darah sehingga dapat menjaga kesehatan jantung dan ketahanan fisik, dan tinggi kalori (berasal dari minyak alami) dibandingkan serealia, nilai lebih bagi para atlet.

Agar oat memiliki efek terhadap kadar kolesterol darah, maka bahan pangan ini harus dikonsumsi secara teratur sebagai bagian dari pola makan seimbang. Jumlah minimum oat yang harus dikonsumsi adalah sekitar 40 – 50 gram per hari. Jumlah tersebut sama dengan semangkuk sedang bubur atau biskuit oat. Kebanyakan studi menunjukkan bahwa mengonsumsi oat sebanyak 150 gram per hari merupakan jumlah yang lebih efektif.

Oat mampu menurunkan kolesterol darah dan kadar Low Density Lipoprotein (LDL) yang berbahaya, tanpa mengurangi kadar kolesterol baik, yaitu High Density Lipoprotein (HDL). Kadar HDL yang tinggi penting dijaga untuk mencegah penyakit jantung. Mengonsumsi lebih banyak oat dan produk olahannya (bersama dengan buah - buahan dan sayuran) akan mampu mengurangi asupan makanan – makanan yang mengandung garam dan meningkatkan konsumsi serat untuk menurunkan tekanan darah.

Lignin, yang serupa dengan isoflavon dalam fitoestrogen juga ditemukan dalam kulit oat dan oatmeal.

DAFTAR PUSTAKA

Susianto, Hendry Wijaya, Helda J. Mailoa.2007.Diet Enak Ala Vegetarian.Jakarta:Penebar Swadaya

Marshall, Janette.2005.Makanan Sumber Tenaga:Rahasia Mendapatkan Tubuh yang Kuat dan Bertenaga.Jakarta:Penerbit Erlangga

Senin, 04 Oktober 2010

Pengaruh Defisiensi Vitamin D pada ASI


BAB I
PENDAHULUAN

ASI adalah asupan pertama dan satu-satunya pada bayi usia enam bulan awal kehidupannya. Dianjurkan bagi ibu yang sehat agar memberikan ASI eksklusif selama enam bulan pertama pada bayinya. Hal ini dikarenakan sistem pencernaan bayi baru lahir belum sempurna dan tingkat kekebalan tubuhnya belum optimal, yang mengakibatkan apabila asupan bayi kurang terjaga kebersihannya atau zat gizi yang masuk belum ada enzim yang dapat mencerna akan berdampak buruk pada keselamatan bayi tersebut.

Dibandingkan dengan orang dewasa, kebutuhan bayi akan zat gizi boleh dibilang sangat kecil. Namun, jika diukur berdasarkan persentase berat badan, kebutuhan bayi akan zat gizi ternyata melampaui kebutuhan orang dewasa, nyaris dua kali lipat.

Dalam ASI mengandung berbagai zat gizi yang dibutuhkan oleh bayi, seperti karbohidrat dalam ASI berupa laktosa, lemak yang banyak mengandung polyunsaturated fatty acid (asam lemak tak jenuh ganda), protein utamanya lactalbumin yang mudah dicerna, banyak mengandung vitamin dan mineral, rasio kalsium dan fosfat 2:1 yang merupakan kondisi yang ideal bagi penyerapan kalsium, dan ASI juga mengandung zat anti infeksi.

Hal-hal tersebut dapat terealisasi apabila kesehatan ibu baik dan asupan nutrisinya tercukupi. Apabila ada satu bahkan beberapa defisiensi zat gizi pada ibu, akan berdampak pada produksi ASI dan komposisi ASI.


TINJAUAN PUSTAKA

Tema makalah ini adalah Pengaruh Defisiensi Vitamin D pada ASI. Tema ini dipilih karena kecukupan zat gizi pada ibu menyusui harus optimal sehingga apabila ada satu atau beberapa zat gizi yang tidak terpenuhi akan menyebabkan hal-hal khusus pada kondisi ibu yang mungkin berampak pada produksi dan komposisi ASI.

Kekurangan vitamin D pada ibu dan bayi sebaiknya dihindari karena dapat menyebabkan penyakit rakhitis yaitu penyakit kerapuhan tulang dan gigi. Pada ibu menyusui, dikhawatirkan mengalami defisiensi vitamin D sehingga asupan vitamin D dan berjemur di bawah sinar matahari perlu ditingkatkan. Pada bayi, asupan utama vitamin D adalah dari ASI sehingga apabila terjadi defisiensi vitamin D akan berakibat fatal pada ibu dan khususnya pertumbuhan tulang dan gigi pada bayi.




BAB II
PEMBAHASAN

Kekurangan Vitamin D pada Masa Kehamilan

Tubuh dalam keadaan normal membutuhkan asupan vitamin D sebanyak lima mikrogram dan pada ibu hamil dan menyusui sepuluh mikrogram. Kebutuhan tersebut dapat dipenuhi dari dua sumber, sinar matahari dan makanan. Yang utama adalah vitamin D didapat dari paparan sinar matahari, karena kulit dapat mensintesis vitamin D dengan bantuan sinar ultraviolet yang dipancarkan oleh matahari. Apabila bertempat tinggal di daerah yang minimal paparan sinar matahari, atau karena hal-hal tertentu seperti menutup seluruh tubuh (karena faktor budaya dan agama) maka asupan vitamin D dapat dipebuhi dari makanan dan suplementasi vitamin D.

Berdasarkan kebutuhan pada ibu hamil dan menyusui akan vitamin D yang mencapai 10 mikrogram sehari, maka ibu hamil dan menyusui dianjurkan lebih sering berjemur dan mengkonsumsi makanan tinggi kadar vitamin D seperti kuning telur, hati, krim, mentega dan minyak hati ikan.

Pada kehamilan, 25-hidroksi-vitamin D (25 (OH) D) sangat mudah disalurkan ke janin melalui plasenta dalam jumlah besar. Sehingga kadar 25 (OH) D janin lebih besar dibandingkan kadar 25 (OH) D ibu. Bila ibu defisiensi vitamin D, cadangan 25
(OH) D dalam tubuh ibu terbatas sehingga 25 (OH) D yang disalurkan ke janin sedikit dan hal itu semakin mengurangi cadangan 25 (OH) D ibu. Sebaliknya, 1,25-dihidroksi-vitamin D (1,25 (OH)2 D) sulit disalurkan melalui plasenta sehingga kadar 1,25 (OH)2 D janin lebih besar daripada ibu. Sehingga dapat menyebabkan osteomalacia pada ibu dan rakhitis dan diabetes tipe 1 pada janin yang akan dilahirkan.

Pada penelitian yang dilakukan pada tikus, saat hamil defisiensi vitamin D dapat menyebabkan hipocalcemia berat sampai menyebabkan kematian karena ibu tikus mengandalkan cadangan vitamin D dan kalsium dalam tubuhnya, cadangan tersebut sebagian besar disalurkan kepada janin. Namun pengamatan pada manusia belum ada yang spesifik menjelaskan tentang hal ini, apakah dampak yang ditimbulkan sama atau tidak dengan yang terjadi pada tikus percobaan. Hanya akan terjadi hipocelmia ringan pada ibu jika kekurangan vitamin D pada tubuhnya.

Kekurangan Vitamin D pada Masa Menyusui bagi Ibu dan Bayi

Hasil pengamatan pada manusia menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang langsung antara defisiensi vitamin D pada saat hamil dengan bayi yang dilahirkan. Bayi yang dilahirkan memiliki berat dan panjang tubuh normal dan fungsi-fungsi fisiologis tubuh bayi tidak ada yang terganggu. Hanya ada perbedaan lebih pendek 2,7 milimeter panjang lutut-tumit bayi yang ibu defisiensi vitamin D pada masa kehamilan, namun hal tersebut tidak dihiraukan karena teramat kecil perbedaannya dengan bayi normal.

Pada saat menyusui, ibu beresiko kekurangan kalsium empat kali lipat dibandingkan dengan keadaan biasa. Karena komposisi ASI yang diberikan kepada bayi mengandung banyak vitamin dan mineral, salah satunya adalah kalsium. Sehingga vitamin D sangat diperlukan untuk membantu mengeraskan tulang kembali yang karena proses menyusui, tulang pada ibu banyak dirombak guna memenuhi kebutuhan bayinya apabila asupan dari luar tubuh tidak mencukupi.
Proses vitamin D mengeraskan kembali tulang adalah sebagai berikut, di dalam saluran cerna, kalsitriol meningkatkan absorpsi aktif vitamin D dengan cara merangsang sintesis protein pengikat-kalsium dan protein pengikat-fosfor pada mukosa usus halus. Di dalam tulang, kalsitriol bersama hormon paratiroid merangsang pelepasan kalsium dari permukaan tulang ke dalam darah. Di dalam ginjal, kalsitriol merangsang reabsorpsi kalsium dan fosfor. Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan seiring banyaknya kehilangan kalsium, maka banyak pula vitamin D yang dibutuhkan guna mengeraskan kembali tulang yang dirombak. Akan tetapi apabila ibu defisiensi vitamin D maka tulang semakin banyak yang dirombak namun tidak diiringi pengerasan kembali tulang sehingga terjadi pengurangan massa tulang yang dapat mengakibatkan osteopeni dan osteoporosis pada ibu. Bila keadaan tersebut terus terjadi akan berdampak pada produksi ASI yang dikonsumsi bayi. Seperti berkurangnya daya serap usus terhadap ion kalsium yang masuk karena kurangnya 25 (OH) D dalam tubuh bayi sehingga bayi terkena rakhitis.

Untuk menanggulangi kekurangan vitamin D pada ibu dan bayi, sangat dianjurkan ibu dan bayi berjemur pada pagi hari minimal tiga puluh menit setiap harinya dan untuk ibu ditambah konsumsi makanan sumber vitamin D. Tidak dianjurkan mengonsumsi suplemen vitamin D apabila hal-hal di atas dapat dilakukan, akan tetapi jika sinar matahari sangat sulit didapat dan tingkat ekonomi yang rendah pada keluarga ibu, suplementasi vitamin D sangat dianjurkan namun tidak melebihi batas anjuran yang tertera di atas. Karena apabila konsumsi vitamin D berlebihan dapat menyebabkan keracunan pada tubuh bayi dan ibu.



BAB III
KESIMPULAN

Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan defisiensi vitamin D pada ibu hamil dan menyusui menyebabkan hipocalcemia dan rakhitis pada bayi. Namun mekanisme adaptasi tubuh dapat menghindari hal-hal tersebut dengan demineralisasi tulang ibu untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari ibu dan bayi. Perlu diperhatikan pula dosis tepat untuk memenuhi kecukupan gizi ibu dan bayi, tidak boleh kurang atau lebih. Bila terjadi defisiensi vitamin D berkepanjangan dapat menyebabkan diabetes tipe 1, multiple sclerosis, dan penyakit kronis lainnya.



DAFTAR PUSTAKA

Arisman, MB, Dr. 2004. Gizi dalam Daur Kehidupan : buku ajar ilmu gizi. Jakarta : EGC. hal : 2 - 52.
Almatsier, Sunita. 2002. Prinsip Dasar ILMU GIZI. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama. hal : 167 – 173.
Kovacs, Christopher S. 2008. Vitamin D in pregnancy and lactation: maternal, fetal, and neonatal outcomes from human and animal studies1–4. Am J Clin Nutr 88(suppl):520S– 8S.
Holick, Michael F. Tai C Chen. 2008. Vitamin D deficiency: a worldwide problem with health consequences1–4. Am J Clin Nutr 87(suppl):1080S– 6S.
Hollins, Bruce W. Carol L Wagner. 2004. Vitamin D requirements during lactation: high-dose maternal supplementation as therapy to prevent hypovitaminosis D for both the mother and the nursing infant1–4. Am J Clin Nutr 80(suppl):1752S–8S.